Lumpur sidoarjo (lusi) bukan bencana alam

Yang saya tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Laporan ilmiah pertama mengenai spa lumpur bakrie yang kesohor itu dalam edisi Februari 2007 jurnal Geological Society of America (abstrak). Sebelumnya, laporan ilmiah saya definisikan sebagai laporan dalam jurnal ilmiah yang peer-reviewed. Memang banyak kritik yang disodorkan terhadap mekanisme peer-reviewed itu (baik yang rasional maupun cuma nyinyir), tapi itulah mekanisme terbaik untuk menghadirkan laporan rasional-objektif saat ini.

Spa lumpur Sidoarjo alais Lusi ini sudah jelas menyengsarakan banyak orang di sana. Yang kemudian menjadi masalah adalah siapa yang seharusnya bertanggungjawab terhadap kejadian tersebut. Beberapa pemberitaan mengatakan PT Lapindo akan memberikan kompensasi sebagai bentuk tanggungjawab. Namun belakangan diberitakan pula bahwa kejadian tersebut adalah bencana alam, sampai bule-bule bertanya Indonesian mud volcano is natural disaster? Apa betul bukan karena kelalaian manusia?

Beberapa upaya telah dilakukan untuk mengatasi erupsi lumpur tersebut namun hingga kini masih mengalami kebuntuan. Upaya mengurangi luasan lumpur juga bukannya tanpa hambatan karena dampak buruk bagi lingkungan masih ditanggapi secara berbeda. Beberapa kalangan menganggap apabila lumpur tersebut tidak bersifat toksik maka tidak masalah jika dibuang melalui sungai ke lautan. Namun kalangan yang memerhatikan lingkungan secara arif akan meninjau permasalahan tersebut dengan lebih luas. Karena masalahnya memang tidak sesempit atau sesederhana itu.

Lumpur yang dibuang memang boleh jadi tidak beracun (toksik), namun tidak berarti tidak mungkin terjadi efek buruk terhadap lingkungan hidup dan manusia. Seperti air hujan yang juga (umumnya/mestinya) tidak toksik, apabila air tersebut menggenangi jalan, siapa yang tidak akan dongkol? Dalam kasus lumpur Sidoarjo, hal yang serupa bisa terjadi. Lumpur yang membawa padatan dapat menyebabkan perairan pesisir menjadi keruh sehingga menghalangi matahari masuk ke badan perairan. Kalau ini terjadi, maka tumbuhan renik seperti alga tidak dapat berkembang dalam air. Lalu mau makan apa hewan renik pemakan alga? Mau makan apa pula ikan-ikan yang biasa memakan alga atau zooplankton? Mau menangkap apa nelayan di sana? Tentu saja dugaan barusan perlu diteguhkan dengan penelitian. Dan semoga ada yang sedang menelitinya.

Kembali ke laptopLusi. Berhubung saya bukan geolog, terus terang saja saya tidak memahami rincian teknis dalam jurnal tersebut. Yang jelas, saya tangkap bahwa erupsi tersebut bukan diinisasi oleh gempa ataupun kejadian alami. Peneliti dari Durham tersebut memaparkan bahwa pengeboran yang dilakukan menyebabkan inisiasi erupsi. Sialnya, diprakirakan bahwa erupsi ini masih akan berlangsung dalam waktu yang lama.

Terus terang saya penasaran apa tanggapan para petinggi dan peneliti lain mengenai artikel ini. Namun yang saya harapkan adalah tanggapan atau koreksi terhadap jurnal ini disajikan dalam laporan ilmiah lain. Alih-alih pernyataan pers tebar-pesona lainnya. Dengan cara diskusi yang rasional dan beradab seperti itulah seharusnya bangsa kita mengembangkan diri. Jangan salahkan ‘alam’ kalau memang lalai. Mengikuti kebiasaan bang Timpakul, saya akhiri dengan: tak penting menyalahkan alam!

8 Tanggapan so far »

  1. 1

    grandiosa12 said,

    kasian rakyat kasian rakyat kasian rakyat

    rakyat perlu dikasihani.. korbannya tetap aja masyarakat kecil

    nice post Bot!

    berita ini agak sepi ya.. enggak lihat ada di koran (tapi emang jarang baca koran sih. d’oh). atau korannya enggak berani menyuarakan? 😛 alternatif pandangan lain, ristek tidak dipakai sebagai pelita penunjuk pembangunan/peradaban (tapi obornya adalah uang? hahaha)

  2. 2

    rime said,

    SETUJU BOTTTTT………!!!!!!!

    setuju koruptor buat nyumbat lumpur? 😉

  3. 3

    Sentausa said,

    Btw udah baca berita di Nature ini belum Pak Bot. Lusi mau disumpal bola-bola beton. Katanya sih “It will make the mud tired. We’re killing the mud softly.” Semoga saja berhasil.

    trims infonya! yang lebih baik lagi sih disumpalnya pakai tubuh koruptor 😀

  4. 4

    grandiosa12 said,

    disumpal bola beton? emang bisa? kekeke.. jangan jangan malah ngaburusut…. ibarat mencret kaga ketahan.. hehehe..

    Teoritisnya bisa, dan tampaknya cukup berhasil, walaupun ada potensi bahaya nggak ketahan terus jadi mencret. Semoga saja tidak terjadi..

  5. 5

    fendrri said,

    Bot, abstraknya invalid address tuh…
    Mungkin bukan disumpel kali ya, tapi dibuat ga sepadat sekarang untuk melepas tekanan?

    Trims. Sudah diperbaiki 🙂 Kepadatannya sih tetap, tapi aliran lumpurnya dibuat lambat (karena dibuat berliku-liku dengan adanya si bola itu). Tekanannya malah makin besar, makanya ada kekhawatiran nggak ketahan dan jadi mencret seperti kata Kang Roffi

  6. 6

    Pendapat Anda benar. Bencana akibat kelalaian manusia, maka sebagai penyebabnya harus bertanggung jawab

    Penekanan saya di sini adalah objektivitas dalam meninjau kasus. Dalam hal ini, secara ilmiah/objektif kasus lusi adalah kelalaian. Oleh karena itu kita sangat mengherankan keengganan yang terhormat Presiden RI untuk bertindak tegas terhadap kelalaian tersebut. Atau mungkin ada hal lain yang membuatnya enggan.

  7. 7

    reina triyani said,

    ya….ya….ya….. rakyat kecil juga manusia butuh ganti rugi ….. minimal pemerintah ngasih rumah kecil plus uang makan setahun! jangan cuma bingung nutup lobang doang dong!

  8. 8

    obot said,

    ye.. jangan pemerintah dong yang ngasi ganti rugi! maksud dari tulisan ini tuh.. pengamatan saintifik & objektif nunjukkin kalo si lumpur itu bukanlah bencana, tapi akibat kelalaian si pengebor. si pengebor [bukan inul tentunya] yang harus ngasih ganti rugi!


Comment RSS · TrackBack URI

Tinggalkan komentar